30 March 2010

Bocah Zirwen Mencari Diri

Pada bidang kanvas 150 x 150 cm tergambar seorang bocah sedang jongkok sambil memegang sebuah ember berisi air. Kepalanya menekur sekan melihat jauh ke dalam. Sosok bocah nyaris hampir memenuhi bidang kanvas dan sebagian tubuhnya (punggung dan kepala) terpotong di pinggir kanvas. Lukisan ini menggunakan warna-warna pastel yang cerah, seperti baju bocah yang berwarna kuning terang dan dengan latar belakang berwarna pink muda.

Secara visual lukisan ini tampak agak minimalistik. Penggarapan objeknya tidak neko-neko, bahkan tampak sangat realistik. Apalagi dengan latar belakang yang datar (flat), lukisan ini seperti sengaja menghindar dari kerumitan dan tetek bengek visual. Pelukisnya seakan ingin menghibur mata yang melihat tanpa harus bersusah payah.

Itulah lukisan terbaru Zirwen Hazry, seorang pelukis muda Minang yang namanya akhir-akhir ini mulai dikenal di kancah seni lukis tanah air. Pada akhir bulan Maret 2007 mendatang, Zirwen Hazry bersama beberapa pelukis Minang lainnya akan mengadakan pameran bersama di Semar art Gallery Malang. Dan lukisan ini merupakan salah satu lukisan terpilih untuk mengikuti pameran tersebut, berdasarkan pengakurasian yang dilakukan oleh Mamannoor, seorang Kritikus dan Kurator Nasional dari Bandung.

Dari segi estetika, lukisan ini memang terasa gurih dan sedap dipandang. Namun persoalannya adalah apakah Zirwen hanya sekedar mengumbar keindahan semata? Dengan penampilan objek yang terlihat dramatik, lukisan ini sebenarnya terkesan kontemplatif (bersuasana permenungan). Dari judulnya, Bercermin Diri, kita seperti diajak untuk merenung dan berpikir: siapa diri kita sebenarnya? Tema ini mengisyaratkan bahwa si bocah bukanlah sebagai bocah dalam arti yang sebenarnya, melainkan merupakan simbol sebuah kesadaran manusia yang jujur dan polos dalam mempertanyakan dirinya sendiri. Sedangkan permukaan air di dalam ember ibarat cermin tempat si bocah melihat wajahnya sendiri.

Tema ini hampir mirip dengan paham filsafat eksistensialisme yang pernah menjadi mode intelektual di Perancis pada tahun 60-an. Untuk mengenal keberadaaan dirinya, seorang manusia harus keluar dari dirinya sendiri. Mungkin sepintas ini terkesan agak paradoks. Tetapi kaum eksistensial melihat kenyataan, bahwa semakin dalam seseorang terlibat dalam interaksi sosial (dunia luar) justru ia akan semakin mengenal siapa dirinya. Dunia luar bagaikan cermin bagi dirinya sendiri. Ya… bocah Zirwen bukanlah bocah biasa, melainkan bocah yang sedang bercermin, yang sedang berusaha mencari dirinya sendiri. Inilah sebuah tema yang merupakan seruan moral di tengah hiruk pikuk kegelisahan manuisa modern yang sudah mulai lupa bahkan mungkin sudah tidak tahu lagi siapa dirinya.

Harus diakui bahwa tema ini bukan merupakan isu yang baru, tetapi juga bukan sebuah isu yang telah basi, bahkan merupakan isu sepanjang sejarah perjalanan manusia. Dari zaman ke zaman, baik dari aliran filsafat, psikologi, sastra ataupun seni rupa, telah lama bergulat dengan tema-tema seperti ini. Meskipun dengan corak surrealistik, Ivan Sagito, Amang Rahman dan Lucia Hartini misalnya termasuk beberapa contoh pelukis yang terobsesi dengan tema-tema psikologis (dunia dalam) seperti ini. Tetapi bagaimana pun, yang jelas seorang Zirwen telah mencurahkan kegelisahan kreatifnya dengan gayanya sendiri.

Erianto Anas


1 comments:

Solo said...

ohya, gambar lukisannya mana nih ya?

Post a Comment